Am I Good Enough?

Picture by meaw.za9 / Freepik


Setiap manusia pasti ingin dianggap baik dan sesuai dengan standar yang ada di masyarakat, suka atau tidak. Kita cenderung mengikuti apa yang sudah menjadi standar di masyarakat yang sudah ada, agar dapat diterima oleh orang lain. Memfokuskan diri kita untuk dapat mengikuti segala hal yang sedang hype saat ini, agar tidak dibilang ketinggalan zaman. Selalu update mengenai apa yang sedang viral di jagad sosmed, apapun konteksnya, penting atau tidak penting. Terbawa arus untuk dapat selalu fit in dalam kehidupan sosial saat ini. Mengalir bersama netizen dengan segala respon dan repostnya. Yah, apapun yang terjadi, kita merasa harus mengetahuinya juga, seperti kebanyakan orang lain.


Tapi lambat laun, bukannya jadi bahagia karena udah berhasil masuk dan diterima dalam lingkungan masyarakat. Malah justru kita jadi bingung tentang identitas diri kita, siapa kita dan kenapa bisa jadi kayak gini. Makin lama, malah makin ngerasa kalo kita ngga ngenalin diri sendiri. Menganggap diri sebagai orang asing, padahal selama ini selalu hidup berdampingan. Terus apakah mau bertahan untuk hidup seperti ini? Kata orang, mmm.... People pleaser? Ingin membahagiakan orang lain, biar orang lain ngerasa nyaman buat deket sama kita, kita yang meladeni mereka. Apakah menyenangkan? Hmm entahlah.... Kita diterima masyarakat karena kita berusaha dengan keras untuk menjadi masyarakat itu sendiri. Tanpa karakteristik kita sendiri?


Memang sangat menyenangkan mampu fit in ke dalam standar masyarakat yang ada. Diterima sebagai seseorang, sedikit kontra, dan tidak menerima banyak cemoohan. Tapi perlu diingat, kita tidak akan pernah bisa membahagiakan setiap orang di muka bumi ini. Walau kita sudah 'fit' ke dalam standar masyarakat, tetap saja banyak manusia yang bertindak sebagai komentator kehidupan. Menyuruhmu untuk tetap berubah dan berkembang, karena menurut mereka diri ini masih belum memenuhi standar yang ada. Apapun yang kita usahakan, ngga akan pernah memenuhi keinginan semua orang. Perspektif orang itu beda-beda, mendekati mustahil untuk mengiyakan semua kata mereka. Ngga akan pernah memenuhi, kita cuma akan kelelahan lagi lagi dan lagi.


Perlahan namun pasti, kita semua akan sampai di titik jenuh, di mana kita sudah tidak mampu lagi untuk meraih standar-standar yang ada. Semua standar yang telah dicapai bersamaan dengan keringat, darah, dan air mata itu pun hanya dianggap biasa saja bagi mereka. Tidak ada apresiasi, namun hanya ada tuntutan untuk membuat diri ini menjadi lebih baik dan lebih baik, sesuai dengan standar mereka dan yang beredar di masyarakat. Rasanya ingin berhenti, namun diri ini takut untuk ditolak dan dijadikan bahan gunjungan di tengah masyarakat yang sangat judgemental ini.


Hei, coba sekarang kita tanya ke diri sendiri. Apakah kamu bahagia seperti ini? Memenuhi standar dan keinginan orang lain? Tanpa memperdulikan apa yang menjadi standar dan keinginan diri sendiri? Apakah bahagia mendapat pujian tapi sesungguhnya hati ini setengah hati melakukan itu semua? Apakah kamh merasa sudah menyenangkan  semua orang? Apakah dirimu sudah bahagia? Apakah kamu mengenal dirimu sendiri? Mau sampai kapan menjadi 'people pleaser'? Coba yuk kita renungkan sekarang ini.


Rasa-rasanya memang menyenangkan ya disukai oleh banyak orang karena kita berhasil memenuhi segala standar yang ditetapkan mereka untuk diri ini. Tapi coba kita lihat ke dalam diri, apakah kita nyaman melakukannya atau hanya keterpaksaan saja? Perlu diingat, kita hidup bukan untuk orang lain, bukan untuk membuat kagum mereka, bahkan untuk menuruti semua keinginan mereka. Kita hidup untuk diri kita sendiri, menjadi manfaat bagi banyak orang dengan standar dan cara kita sendiri. Bukannya menjadi boneka mereka sehingga kita harus menuruti apa yang mereka ingjnkan.


Belajar mencintai diri sendiri, tidak perlu memenuhi setiap standar yang ditetapkan orang lain kepadamu. Tanpa memenuhi standar mereka, kita tetap manusia yang layak dicintai dan diapresiasi kok. Tidak perlu memusingkan standar orang lain yang harus dicapai, fokus kepada standarmu selama itu membawa diri kita kepada jalan kebaikan. Jangan sampai mengorbankan diri sendiri untuk menyenangkan orang lain.


Kita memang hidup bersama
Tapi tiap-tiap kita punya rasa
Rasa yang berbeda beda tiap kepala
Dan pemahaman yang tidak sama

Membahagiakan orang lain memang menyenangkan
Tertawa riang dan bersenang-senang bersama
Memiliki satu kesamaan, kesukaan
Melakukan hal yang serupa, bersamaan

Menjadi seperti kebanyakan orang
Mengikuti perkembangan mereka
Sering mengalah untuk menyesuaikan diri
Agar dianggap menghargai

Tapi setelah lama berproses
Rasanya ada yang salah dengan diri ini
Sesuatu yang tidak seharusnya terjadi
Perlahan jati diri memudar

Mengikuti mereka pun tiada habisnya
Aku berusaha membahagiakan mereka
Tapi yang aku dapatkan apa?
Hanya melihat kebahagiaan mereka

Siapa yang menyadari kelelahanku?
Selalu menjadi seseorang yang menyesuaikan
Lelah rasanya untuk selalu mengikuti kata mereka
Menyenangkan, tapi tidak menenangkan di jiwa

Aku rasa ada yang salah dalam diriku
Terlalu tenggelam dalam naskah mereka
Yang sampai kapanpun tak ada habisnya
Tapi kini mereka memandangku asing

Sekarang aku sadar, tentang kehidupan ini
Bahwa tiada yang bisa menyenangkan semuanya
Aku hanya harus berdiri pada keyakinanku
Dan biarlah mereka pada keyakinannya

3 orang yang harus aku bahagiakan pertama kali
Aku
Aku
Aku

Comments

Most Popular Posts

Epilogue

Introduction

Listen and Understand, not Merely Respond