Keyboard Warriors Wannabe

picture by freepik


Semenjak gadget sudah menjadi kebutuhan primer bagi manusia, rasanya agak aneh ya kalau ngeliat seseorang ngga punya sosmed, semacam kayak ... hellowwww lo hidup di jaman batu sampe ga punya sosmed? Kebanyakan orang pasti heran, kok bisa-bisanya ada orang yang ngga punya sosmed di era teknologi dengan segala kemudahan aksesnya? Dan kayaknya, ngga cukup ya kalo cuma punya akun di satu platform sosmed aja, minimal punya akun di dua platform yang berbeda. Karena kemajuan teknologi dan sosmed inilah, rasanya manusia udah ngga punya penghalang ya, kita bisa berhubungan dengan siapapun, kapanpun dan di manapun, ngga kayak jaman dulu pas masih surat-suratan. Sosmed juga membuat kita mampu berkomunikasi secara dua arah dan real time, pokoknya membuat hidup kita nyaman dan dimudahkan banget. Kecepatan dalam mengakses informasi, data, berita, gosip bahkan hoaks, pokoknya kita semacam dimanjain dengan teknologi yang ada.

Kalo kita mundur ke belakang, inget ngga sih waktu itu Microsoft merilis riset bahwa Indonesia menempati peringkat pertama sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Et dah, kok bisa ya? Bukannya Indonesia dikenal dengan masyarakat yang ramah nan santun? Hmm, aneh. Kenapa ya bisa begitu? Ternyata menurut pengamat, ada tiga faktor nih kenapa Indonesia mendapat predikat itu, yaitu hoaks, ujaran kebencian, serta diskriminasi. Wah, kira-kira kenapa ya faktor-faktor di atas yang justru membuat Indonesia berada di peringkat terbawah netizen paling sopan se-Asia Tenggara? Dan akhirnya, netizen Indonesia kompak menyerbu akun Instagram Microsoft karena ngga terima dengan hasil riset tersebut, ckckck.

Ya memang sih, kalo kita lihat rasanya situasi sosmed sekarang ini kurang menyenangkan yah? Berita atau informasi yang belum terjamin kredibilitasnya bisa dengan mudah menyebar secara cepat lewat sosmed. Cuma perlu copy paste atau bagikan tautan aja, langsung deh bisa disebar ke temen atau kerabat terdekat. Belum lagi ujaran kebencian yang kayaknya gampang banget dilakuin via sosmed, apalagi sosmed memberikan kemudahan untuk bisa membuat akun secara anonim. Makin bebaslah orang-orang untuk julid ke sesama, pokoknya ngga suka dikit, mari kita serang, cancel culture, bully, julid dan hal-hal yang mengeluarkan ujaran kebencian lainnya. Ditambah lagi isu-isu diskriminasi yang ngga ada udahnya di negeri kita ini, berjilid-jilid ngalahin sinetron Tukang Haji Naik Bubur. Pertanyaannya, mau sampai kapan sih kayak gini?

Dikotomi kendali mengajarkan kita bahwa ada hal yang sepenuhnya di bawah kendali kita dan ada yang sepenuhnya tidak berada di bawah kendali kita. Pikiran, sikap dan respon kita terhadap sesuatu, tindakan kita itu adalah hal-hal yang berada di bawah kendali kita, sedangkan sikap, respon, pemikiran dan tingkah laku orang lain itu sepenuhnya ada di luar kendali kita. Terus kenapa? Apa hubungannya sama sosmed? Dari sini bisa kita pahami, bahwa hal yang mampu kita lakukan untuk mengurangi hoaks, ujaran kebencian dan diskriminasi adalah dari diri kita sendiri dulu. Kita bisa mengendalikan respon kita terhadap hal-hal yang terjadi di sosmed, mulai dari hoaks yang berseliweran dari platform ke platform. Hoaks itu bisa berhenti di kita apabila kita ngga ikutan jadi pihak yang mem-forward hoaks tersebut, atau kita juga bisa memberitahu bahwa berita atau informasi tersebut hoaks.

Nah, kalo kita udah memberitahu tapi orang yang bersangkutan malah ngomel-ngomel dan ngga mau dengerin apa yang kita bilang, yaudah, respon orang itu di luar kendali kita. Coba kalo semua orang santuy dalam menghadapi berita hoaks dan ngga langsung buru-buru kepancing, niscaya bumi pertiwi akan tenang dan buzzer-buzzer ngga akan ada yang peduliin, xixixi. Gagal deh rencana mereka untuk membuat gonjang-ganjing dan mencapai tujuan, bisa-bisa buzzer dah ngga laku lagi. Mengontrol respon dan perilaku dalam ber-medsos juga membantu kita mengurangi resiko ikut-ikutan nge-julid dan nge-bully orang di sosmed. Soalnya kan lagi jaman nih, yang masalah siapa, eh yang nge-bully bisa satu platform. Cuma cukup dengan sebuah kalimat ajaib "a thread", yang cuma diambil dari satu sisi, beuh.... Netizen udah langsung berbondong-bondong mem-bully seseorang. Padahal kan cerita tersebut belum tentu benar dan belum tentu juga orang itu sepenuhnya salah, udah cek kisahnya dari dua sisi belum?

Ngga perlu ikut-ikutan nge-bully kalo ada kisah viral tentang spill kelakuan orang di sosmed, cukup baca aja atau bisa juga kita skip, udah stop sampe situ. Coba pikir, apa gunanya buat diri sendiri kalo nge-bully orang lain? Buang-buang waktu dan emosi aja, ckckck. Mending energinya buat kita sebar berita baik atau membantu sesama. Tapi balik lagi cek dulu kredibilitasnya soalnya lagi jaman penipuan, hadeh. Dan yang terakhir juga tentang perkara diskriminasi, ini juga bener-bener deh kagak usah ikutan, ngga cape apa perang mulu di sosmed? Heran ya kok pada demen banget ribut, masalah apapapun rasanya bisa disangkut-pautin sama diskriminasi, pake mendang-mending segala pula. Kalo ada yang seliweran di timeline, walaupun gatel mau ikutan, tahan dulu yuk, jangan langsung meledak. Berhenti dulu sejenak, terus kita baru respon deh, penting ngga sih harus ikut-ikutan dalam perang online tersebut? Intinya jangan langsung meledak, kendaliin respon sama emosi dulu deh, daripada nyesel belakangan.

Ya memang sih, cara-cara di atas ngga bisa langsung bikin netizen Indonesia jadi yang paling sopan se-dunia dalam waktu dekat, tapi seenggaknya bisa mengarah kepada perubahan yang lebih baik. Ibarat slogan, mulai dari diri sendiri dulu, mulai aja dulu. Iya tau berat banget pasti, apalagi perkara julid, gatel, pengen komentarin kisah-kisah di akun menfess atau akun lambe turah. Coba ditahan dulu yuk jempolnya, jangan asal respon berita, informasi, atau kisah-kisah di sosmed. Belajar untuk mengendalikan diri. Stop, think, respond, assess. Penting ngga untuk direspon? Benar ga beritanya? Dampaknya buat diri sendiri apa? Pokoknya banyak-banyak mikir dulu deh sebelum merespon sesuatu hal di sosmed dan pastinya juga kita harus menjaga kata-kata kita dalam bersosmed. Jangan malah apa yang kita lakukan di sosmed malah jadi batu sandungan buat kita di kemudian hari, nyesel deh yang ada.

Walaupun susah, perlahan-lahan pasti kita bisa buat menjadikan lingkungan sosmed jauh lebih baik. Seenggaknya perubahan kecil dulu deh, ngga perlu yang gede-gede dulu, kalo dulu apa-apa langsung respon teh tumpah, coba ditahan dulu. Sebelum pencet tombol publish, tweet, RT, forward, dll, coba dipikir-pikir sampe matang dulu. Kalo emang ternyata cuma buang-buang waktu, energi dan berpotensi nyakitin orang, mending ditahan aja deh. Cukup ada di pikiran kita aja. Belajar bijak dalam bersosmed, gunakan kata-kata yang baik dalam merespon sesuatu, jangan karena mentang-mentang akun anonim jadi bebas untuk ngatain orang. Kalo bukan dari kita, siapa lagi coba? Yuk kita mulai membawa perubahan kecil dan menciptakan lingkungan yang kondusif dalam bersosmed. Ciao.


Sesuatu yang tidak nyata
Tapi hadir di depan kita
Diciptakan dengan tujuan yang baik
Tapi keburukan berdatangan silih berganti

Sesuatu yang tidak bisa kita raih
Tapi nyatanya kita bisa merespon
Konvergen menuju kita
Divergen menuju umat manusia

Menanggapi hal yang tidak ada
Atau justru mengadakan sesuatu
Yang sebenarnya tidak ada
Kemudian sirna, menghilang

Efeknya memang tak terasa
Karena pada hakikatnya semua fana
Tapi apakah benar hal tersebut maya
Atau telah menyatu dengan jiwa?

Tak bisa hidup tanpa bersosmed
Tak bisa memutus relasi dengan internet
Perlahan tertanam rasa yang tidak aman
Apabila terpisah darinya

Sekarang mau tidak mau harus kita hadapi
Hal yang pasti, ambigu, rancu, hoaks
Tidak semua bisa kita kendalikan, bukan?
Hanya diri sendiri yang benar-benar bisa

Ini semua tentang keterbatasan kita
Memahami batas antara usaha kita
Serta hal yang tidak bisa kita usahakan
Belum, ini baru basis yang perlu kita punya

Hal yang nyata adalah tangan kita
Cara kita mengetik, menyebarkan informasi
Bagaimana kita menangani
Akan hal yang ada di luar ranah kita

Hanya usahakan yang terbaik
Bergerak secara mangkus
Namun pahami batasan diri
Karena pertama
Kita harus mengenal
Diri sendiri

Comments

Most Popular Posts

Epilogue

Introduction

Listen and Understand, not Merely Respond