What's Your Expectation?

Picture by: Open Doodles / Blush



Ekspektasi, menurut KBBI merupakan suatu harapan atau keyakinan yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Ekspektasi dianggap sebagai sebuah harapan, baik terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang. Seringkali kita mendengar kata “ekspektasi” dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pekerjaan, organisasi, bahkan obrolan ringan lewat WhatsApp. Seberapa sering kita menggunakan kata “ekspektasi” dalam kehidupan sehari-hari?



Biasanya, kata “ekspektasi” digunakan untuk sebuah harapan besar, yang tentunya bermakna baik. Terkhusus bagi diri kita maupun orang lain. Ekspektasi bisa diterima di tempat magang impian, lulus tepat waktu, cumlaude, diterima di tech startup dengan funding yang berlimpah, sampai gaji dua digit untuk lulusan fresh graduate. Wah, keren ya, ekspektasi kita terhadap diri sendiri. Begitu banyak hal-hal yang baik dan menyenangkan diharapkan untuk dapat terjadi di masa mendatang. Siapa sih, yang tidak mau hal-hal baik terjadi dalam hidup? Pasti setiap orang ingin mendapatkan yang terbaik untuk diri sendiri dan orang yang kita sayangi.

 

Tapi, pasti pernah dengar kalimat “ekspektasi tidak sesuai dengan realita”, kan? Terkadang –atau mungkin sering, hidup itu tidak berjalan mulus seperti apa yang diharapkan. Hidup itu penuh dengan kejutan dan hal-hal yang tidak terduga, bahkan malah sering diliputi oleh rasa kecewa terhadap suatu hal. Siklus hidup itu unik, kadang kita bahagia sampai akhirnya meneteskan air mata, namun terkadang, membuat kecewa sampai air mata sudah tidak mampu untuk keluar. Makanya, banyak orang berkata kalau hidup itu penuh dengan misteri.

 

Terkadang, saat kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasi yang kita impikan, seringkali kita menelan rasa kecewa yang mendalam. Mencari samsak dan pelampiasan mana yang patut dijadikan kambing hitam untuk disalahkan. Mencari objek yang dapat dijadikan proyeksi bagi kesedihan yang dirasakan. Lalu, mulai membuat skenario berdasarkan sebuah “andaikan dahulu....” secara liar di kepala sendiri. Berharap waktu dapat diputar kembali agar dapat mengambil jalan lain, dengan tujuan supaya kenyataan sesuai dengan ekspektasi yang dibayangkan.


Memangnya, siapa sih yang menyuruh untuk membuat ekspektasi setinggi langit? Ya, tentu diri kita sendiri. Sibuk merancang ekspektasi berjilid-jilid, yang diyakini akan happy ending seperti film Disney. Sampai lupa untuk menyiapkan diri, apabila terdapat kemungkinan bahwa realita jauh dari ekspektasi. Memangnya, hidup harus selalu sesuai dengan ekspektasi? Oh, sangat tidak mungkin. Kalau hidup berjalan mulus terus, kapan kita akan ditempa untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dari kemarin? Kapan kita bisa mulai berlatih untuk menerima kekurangan diri. Memangnya enak kalau hidup cuman lurus-lurus aja kayak tol di daerah Jawa kebanyakan? Tentu bikin bosan.

 

Berekspektasi itu boleh, kok, namanya manusia pasti akan berekspektasi terhadap hidupnya sendiri. Tapi, hidup kan penuh dengan hal-hal yang tidak terduga, tidak ada salahnya untuk membuat skenario lain yang isinya bukan hanya tentang hal baik, tapi juga hal biasa, buruk, atau malah worst case. Hal ini bisa dilakukan sebagai antisipasi, apabila kenyataan ternyata benar-benar mengecewakan. Setidaknya, sudah bersiap untuk menghadapi rasa sakit kegagalan serta kekecewaan. Ya, meski sudah dipersiapkan secara matang, bakal tetap terasa sakit sih. Yang penting sudah melakukan tindak pencegahaan anti kecewa terlalu dalam.


Daripada terlalu fokus kepada ekspektasi, ada baiknya energi tersebut disalurkan ke masa sekarang.  Yaitu dengan cara melakukan yang terbaik untuk dapat mengejar harapan yang masih ada. Setidaknya, berjuang terhadap sesuatu yang dapat kita kendalikan sepenuhnya. Hasil akhirnya? Ya, biarkan semesta bekerja. Toh, yang penting sudah bekerja maksimal dengan mengerahkan 110% tenaga. Jangan lupa pakai mantra, “aku sudah melakukan semuanya sesuai dengan kemampuanku, sisanya biar semesta yang bekerja”. Hal ini dimaksudkan supaya kita lebih berfokus ke masa sekarang, dibanding ke masa mendatang yang masih abu-abu. Sehebat-hebatnya manusia, tetap tidak akan ada yang bisa melihat ke masa depan bukan?


Apapun yang terjadi, apakah hasil akhir sesuai dengan ekspektasi atau malah sebaliknya, hal tersebut merapakan hasil terbaik yang diberikan oleh semesta. Toh, dunia tidak akan berakhir kan? Ya paling, dunia kita aja sih runtuh sedikit, hehe. Tapi, gapapa kok, namanya juga hidup. Kadang begini, kadang begitu. Daripada terus merenungkan mengapa hidup tidak adil, lebih baik fokus ke masa sekarang dengan melakukan yang terbaik. Walau kadang hasil mengkhianati usaha, tapi proses tidak akan pernah mengkhianati hasil. Ditempa, ditempa, ditempa, ditempa, ditempa, ditempa, ditempa, terbentuk. Sudah siap untuk ditempa agar bisa menjadi bentuk yang terindah bagi diri sendiri, belum?


Masa depan ada karena ada hari ini
Hari ini ada karena ada masa lalu
Kita hadir di dunia sebagai aktor
Yang tentunya punya banyak kekeliruan

Masa lalu adalah suatu keniscayaan
Hal yang terlewati tak akan pernah berubah
Pun jikalau bisa, apakah yakin tak menyesal?
Apakah mungkin hari ini akan berganti menjadi lebih baik?

Masa depan tidak pernah datang sebelum diundang
Tidak pernah tahu, tersenyum atau menitikkan air mata
Kita hanya berusaha untuk membuatnya tersenyum
Tapi bukan tangan kita yang menentukan hasilnya

Bukankan probabilitas itu tidak terbatas?
Kemungkinan untuk mendapatkan sesuatu
Atau mungkin orang lain yang mendapatkan
Kembali, siapa yang tahu?

Bekerja keras merupakan suatu usaha
Tapi tidak ada yang tahu masa depan
Berdiam diri pun merupakan sebuah pilihan
Tak seorang pun tahu apa yang akan kita terima

Merisaukan hal yang tidak bisa kita rubah
Meresahkan hal yang belum pasti terjadi
Tapi tidak mengkhawatirkan diri di masa kini
Berputar di dalam pikiran, berdiri di atas diam

Selagi bisa mengusahakan, berusahalah
Selagi bisa memikirkan alternatif lain, pikirkan
Selagi bisa merangkai mimpi, rangkailah
Masa depan tidak akan hancur hanya karena kerikil

Masih ada tangan untuk meraih mimpi
Masih ada kaki untuk mengejar harapan
Masih ada akal untuk menyusun kembali rencana
Selalu ada jalan untuk bisa tersenyum

Tidak akan ada yang mudah
Tapi semua akan kita lalui bersama
Untuk diri yang lebih kuat
Untuk jiwa yang lebih hebat
 
Aut viam inveniam aut facia
I will either find a way or make one

 

Comments

  1. Suka banget kakak, semangat terus buat nulis nya ya!

    ReplyDelete

Post a Comment

Most Popular Posts

Epilogue

Introduction

Listen and Understand, not Merely Respond