Freedom of Speech

Designed by sumikko_335 / Twitter

Layaknya Bu Tejo yang bebas nyangkem. Bebas bisa diartikan sebagai lepasnya kita akan kekangan, tapi mengikatkan diri terhadap pilihan kita sendiri. Semua orang diberi kebebasan untuk hidup, tidak boleh ada yang melarang seseorang untuk menghidup oksigen di bumi ini.  Kebebasan seseorang pada hakikatnya tidak boleh sampai membatasi kebebasan orang yang lain, tapi dengan syarat-syarat tertentu ya. Tentunya diciptakan yang namanya aturan itu untuk membatasi kebebasan seseorang, biar bebasnya ga barbar gampangnya gitu. Nah tapi nih, kita tuh udah dikasih hak untuk bebas berpendapat loh. Tinggal kitanya mau make hak itu atau anggurin aja gitu. Kita bisa menyampaikan gagasan apapun, ide apapun, visi apapun, menggunakan metode apapun.

“Ah iya, bebas sih bebas, tapi nanti kalo dia jadi gini gimana? Kalo misal ntar ada orang lain yang ga setuju sama ideku gimana?” yang perlu dipikirin saat ini bukan yang kek gini ya.  Hal pertama yang harus dipikirin itu diri sendiri, apakah pikiran itu berasal dari keresahan diri sendiri? Ataukan berasal dari kepekaan hati kita? Atau bisa juga berakar dari imajinasi kita. Itu semua bagus loh! Suara dari tiap-tiap individu pasti memiliki keunikannya masing-masing. Kayaknya ga mungkin deh, kalo ada sebuah isu gitu, semua orang mikirin solusi yang sama. Pasti tiap-tiap gagasan dari manusia-manusia ini beda-beda, mungkin mirip, tapi ciri khasnya pasti beda. Ya kan?!

"Aku takut menyinggung seseorang, takut apabila ternyata ucapanku terlalu ofensif, ragu jika usulanku tidak terlalu solutif." Ya, semua kekawatiran itu baik adanya. Tapi jika terlalu keterlaluan ya berbahaya juga. Jadi pertama-tama yang dibutuhkan apa? Ya, rasa percaya akan diri sendiri. Percaya deh sama dirimu sendiri, kalau gagasanmu itu baik, minimal untuk dirimu sendiri. Gagasanmu berpotensi membantu teman-teman dekatmu. Mungkin beberapa orang menganggap gagasanmu ga terlalu penting dan layaknya angin lalu. Tapi percaya deh, ada orang yang emang merhatiin kamu, menilai bahwa idemu itu bukan hal yang buruk untuk dicoba.

Di antara orang-orang yang mendengarkan ucapanmu, pasti ada beberapa dari mereka yang merasa relate akan ucapanmu. Mereka merasa terwakili, mereka merasa senang ada seseorang yang bernasib sama dengannya. Sukur-sukur mereka jadi lebih sering memperhatikanmu, mendukungmu di kemudian hari. Who knows? Kalo di awal-awal kita udah ragu buat nyampaiin pendapat kita, hal ini ga akan terjadi sih. Apa ya.... Ketika ruang kebebasan kita dibatasi kekhawatiran akan orang-orang yang (anggap saja) sirik sama apa yang kita lakukan, dan kita seakan-akan menganggap hal itu benar adanya, ya terjadilah. Tapi ketika di awal-awal kita memberanikan diri untuk melawan imaji-imaji itu tadi, mungkin saja hal yang baik akan datang kepada kita kan?

Sekarang gini deh, mungkin terasa sulit untuk bodoamat ama omongan netizen. Dari sisi manapun kita bergerak, pasti ada aja salahnya. Mau serapi apapun kita berjalan, pasti ada aja yang ngomentarin pipi kita, like wtf??? Emang ga nyambung, tapi itulah representasi kegabutan warga kita, sampe pori-pori di jidat supir truk aja bisa keliatan. Ketika kita berharap untuk aman dari netizen, sepertinya keamanan seperti itu tidak akan pernah terjadi, change my mind. Terus apa dong yang bisa kita lakuin? Instead of percaya ama omongan netizen, mending percaya sama 2 makhluk ini deh....

Pertama, percaya sama dirimu sendiri. Percaya bahwa kamu punya kekuatan, keunikan untuk menyampaikan sesuatu dengan caramu sendiri. Support system terkuat pada hakikatnya (anjayani hakikat dong) adalah diri sendiri. Ketika kita bisa percaya dengan diri sendiri, menguatkan dan dikuatkan oleh diri sendiri, self esteem kita bakal stonk gan! Sebaliknya, ketika kita udah mulai ragu sama diri sendiri, nah itu harus hati-hati banget tuh. Jangan terlalu lama ga percaya sama kekuatan diri sendiri yah. Karena yang bisa mengendalikan pikiranmu itu kamu sendiri. Tapi ada tipsnya buat ningkatin kepercayaan terhadap diri sendiri. Yaitu ada di makhluk kedua. Yep, sahabat dekat. Teman yang bisa diajak diskusi, tidak canggung dan sudah saling mengenal kelebihan dan kekurangan masing-masing. Teman yang bisa mengapresiasi, mengritik, menemani, mendengarkan, dan saling berbagi cerita. Uwu banget ga si punya temen kek gitu!

Nah, jadi buat temen-temen yang masih ragu untuk bersuara, yuk bersuara. Dari sekian banyak temanmu, pasti ada kok yang mengerti maksud kamu. Beraniin dulu buat buka suara, ga usah acuhkan mata-mata yang memandangmu, fokus aja ke apa yang ingin kamu sampaikan sejelas-jelasnya. Buat mereka sadar bahwa ucapanmu berasal dari hatimu yang tulus ingin membantu, mungkin tidak sesolutif usulan orang lain, tapi setidaknya usulanmu bisa membuka mata hati orang lain akan perspektif yang berbeda. Yang terakhir, jangan lupa tanggung jawab dan komitmen atas apa yang kamu ucapkan ya. Pikirkan juga apakah hal tersebut akan mendukung visi besar temen-temen atau engga. Lapangkan dada, terima kritik jika itu membangun. Meminta maaf apabila ternyata yang kamu sampaikan itu (in the end) salah, Dan yang paling penting adalah, you've done your best, and that's great!


Saat ingin mengeluarkan semua yang memenuhi kepala ini
Rasa takut menghampiri
Khawatir bahwa banyak manusia di luar sana yang akan mengeluarkan makian
Resah apakah pendapatku ini dapat diterima khalayak ramai

Padahal, aku punya hak untuk mengeluarkan aspirasi yang tersimpan dalam pikiranku
Namun sayangnya, manusia di luar sana terlalu egois untuk mendengar
Bahkan untuk memberi ruang, mereka tidak mau
Mereka terlalu takut mendengar pandangan yang berbeda dari apa yang mereka yakini

Katanya, aku harus bersuara untuk dapat didengar
Tapi, aku dibungkam oleh perkataan bahwa aku belum kompeten untuk memberikan aspirasi
Saat aku diam, mereka mencaci-maki dan berkata bahwa aku apatis
Namun saat aku memberikan aspirasi, mereka bilang kepada diri ini untuk mengedukasi diri

Sejujurnya, aku tidak butuh massa untuk mendukung apa yang menjadi benar bagiku
Aku tidak butuh disanjung karena keberanianku untuk mengemukakan pendapat
Aku tidak butuh panggung agar aspirasiku dapat menjadi sebuah headline di sosial media
Tapi, aku butuh kebebasan untuk dapat mengutarakan pendapat tanpa takut dibungkam

Menerka-nerka sebenarnya apa alasan mereka selama ini
Apa karena aku masih dianggap sebagai anak kecil?
Apa karena aku belum meraih gelar setinggi mereka?
Atau apa karena mereka merasa superior karena sudah hidup jauh lebih lama?

Hari ke hari, aku sadar
Mereka yang membungkam karena takut suara mereka tak didengar
Mereka yang berseru untuk diam, padahal mereka takut apabila kalah suara
Sejatinya mereka takut ada yang melawan pemikiran mereka

Jadi, mau sampai kapan takut untuk mengemukakan pendapat?
Sampai kapan mau diam dan terus tetap ditindas?
Sampai kapan masih nyaman dibilang anak kecil?
Suarakan pendapatmu dan tetap ingat untuk tetap bertanggungjawab atas semua perkataanmu

Jangan ragu dan jangan takut
Diam bukanlah sebuah solusi
Bungkam bukanlah sebuah jawaban
Kamu mampu dan kamu bisa untuk bersuara
Teriakkan!

Comments

Most Popular Posts

Epilogue

Introduction

Listen and Understand, not Merely Respond